Sejak Juni 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan program pembangunan perikanan yang terangkum dalam Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Namun setelah program tersebut berjalan selama hampir lima tahun, para pemangku kepentingan (stakeholders) disektor perikanan, khususnya para nelayan, belum mampu merasakan manfaat dari program Revitalisasi Perikanan tersebut Alih-alih untuk tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, Revitalisasi Perikanan justru lebih banyak dinikmati kalangan industri dan pedagang.
Masyarakat nelayan tetap harus bergelut dengan kemiskinan dan termaginalkan di tengah kebutuhan hidup yang makin menjerat leher. Pasalnya, program Revitalisasi Perikanan yang berjalan saat ini lebih difokuskan pada peningkatan hasil produksi (tangkapan) perikanan dalam rangka mengejar angka-angka pertumbuhan ekonomi. Banyak bukti menunjukkan, paket-paket program pengentasan kemiskinan bagi masyarakat nelayan pun lebih banyak berorientasi pada peningkatan produksi melalui stimulan modal usaha berbunga rendah daripada untuk tujuan pendistribusian kesejahteraan (we/fare equity).
Meski tujuan bantuan permodalan dan teknologi yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan, namun dibalik itu tujuan yang sebenarnya adalah untuk meningkatkan angka-angka produksi demi kepentingan ekspor dan perolehan devisa negara. Sungguh suatu yang memilukan sekaligus memalukan. Untuk menuntaskan permasalahan perikanan umumnya dan nelayan khususnya, maka Revitalisasi Perikanan tidak harus menuntut atau memfokuskan diri pada peningkatan volume atau produksi hasil tangkapan ikan secara besar-besaran. Ini mengingat peningkatan produksi perikanan belum tentu diikuti oieh pemekaran pangsa pasar.
Beberapa hal yang harus dilakukan demi terciptanya Revitalisasi Perikanan. Pertama, membenahi data-data perikanan Indonesia.Bagaimana memutuskan suatu kebijakan pembangunan perikanan secara tepat, kalau data perikanannya saja lemah. Misalnya, untuk data perikanan tangkap, apabila data yang tersedia tidak akurat, maka dikhawatirkan terjadi over-fishingyang justru akan mengukuhkan kemiskinan nelayan. Begitu juga dengan data perikanan budi daya, lemahnya kelayakan data lahan dikhawatirkan akan menciptakan tambak-tambak idle yang semakin menambah dan melengkapi data kerusakan lahan di sekitar pesisir. Kedua, sinkronisasi peraturan dan koordinasi institusi.
Kelautan dan perikanan merupakan multi sektor dan lintas departemen, sehingga banyak peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih di sektor ini. Akibatnya, hingga saat ini, koordinasi antar institusi negara yang terlibat dalam Revitalisasi Perikanan juga masih menyisakan permasalahan. Ketiga, pembenahan terhadap Perda-perda yang hanya mengejar PAD semata.
Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi telah memposisikan kepala daerah sebagai "raja-raja kecil", sehingga dengan seenaknya membuat aturan sendiri-sendiri yang dapat menghambat jalannya program. Keempat memahami permasalahan mendasar perikanan.Ketika berbicara mengenai Revitalisasi Perikanan, maka pelaku utama yang harus diperhatikan dan menjadi prioritas pembangunan adalah masyarakat nelayan, bukannya kalangan industri. Adapun kalangan industri berperan dalam mendukung fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat nelayan. Sejauh ini nelayan senantiasa dijadikan tumbal pembangunan akibat ketidakberdayaan mereka terlibat dalam penyusunan pembuatan kebijakan yang akan
dilaksanakan di wilayah pesisir dan laut. Ironisnya, ketidakberdayaan dalam bargaining position dengan pihak lain, menjadikan masyarakat nelayan sebagai masyarakat penerima (objek pembangunan).Jika kalangan industri didahulukan daripada nelayan, maka pembangunan perikanan melalui Revitalisasi Perikanan tidak akan pernah tercapai, karena permasalahan mendasar dari perikanan adalah kemiskinan yang melilit masyarakat nelayan itu sendiri.
Faktor-faktor penyebab kemiskinan nelayan sangat kompleks, baik dari pendekatan struktural maupun kultural. Departemen Kelautan Perikanan (DKP) mencatat, beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan yaitu, rendahnya tingkat teknologi penangkapan, kecilnya skala usaha, belum efisiennya sistem pemasaran hasil ikan dan status nelayan yang sebagian besar adalah buruh. Jika demikian, diperlukan strategi kebijakan pembangunan yang efektif dan komprehensif.
Peningkatan pendapatan masyarakat nelayan telah menjadi salah satu program 100 hari DKP. Hal yang sangat urgen sekarang ini, yang harus dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad beserta jajaran dibawahnya, adalah melakukan pemberdayaan terhadap nelayan. Yang penting dilakukan untuk memberdayakan nelayan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya dengan antara lain, memberikan bantuan permodalan dan sarana kerja yang memadai, sehingga mereka bisa mengembangkan usaha seperti yang diharapkan. Bantuan tersebut selain harus melalui prosedur sederhana, juga bunganya harus lebih rendah dari yang diberikan tengkulak agar nelayan itu bisa lepas dari jeratan tengkulak.
Hal yang tidak kalah penting adalah perlunya dilakukan rehabilitasi lingkungan pesisir yang rusak. Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan dapat berakibat selain semakin rusaknya lingkungan pesisir laut, sumber daya perikanannya juga akan semakin berkurang, padahal jumlah nelayan justru terus bertambah banyak. Pembinaan dan penyuluhan yang diberikan kepada nelayan harus disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga apa yang disuluhkan benar-benar bermanfaat dan bisa diaplikasikan. Hal ini sangat penting untuk lebih meningkatkan kemampuan dan kemandirian nelayan.
Selain pengetahuan praktis seperti penanganan pasca panen dan pengolahan hasil laut, hal yang tidak kalah penting dalam memberdayakan nelayan, khususnya anak-anak dan generasi muda adalah perlunya pemerintah mendirikan sekolah-sekolah di lingkungan tempat tinggal nelayan, sehingga mereka tetap dapat mengikuti pelajaran di sekolah sebagaimana anak-anak seusia mereka lainnya. Kalau saja upaya pemberdayaan di atas dapat dilakukan, maka program wajib belajar di lingkungan nelayan pun bisa tercapai.
Di sisi lain, harapan akan adanya peningkatan kesejahteraan dan kemampuan nelayan pun akan semakin nyata. Jika saja peningkatan kemampuan sumber daya manusia nelayan Ini bisa dilaksanakan melalui program yang baik, konsisten dan berkesinambungan, diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama para nelayan tradisional yang serba kekurangan bisa naik kelas menjadi nelayan modern seperti yang diharapkan.
sumber: http://bataviase.co.id/detailberita-10380643.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar