Rabu, 23 Mei 2012

Deliberasi Ekokrasi; Upaya Perwujudan Kedaulatan Lingkungan Hidup


Dasar Pemikiran

Istilah ekokrasi atau kekuasaan ekologi yang diterjemahkan sebagai kedaulatan lingkungan menjadi isu yang tengah ramai dibicarakan bukan hanya di Indonesia tetapi di dunia global. Hal ini terjadi karena adanya ancaman mengkhawatirkan dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh rasa percaya diri berlebih (over confident) manusia dalam melakukan berbagai upaya eksploitasi akibat pergeseran budaya manusia dari tahap mistis ketika manusia menggantungkan diri sepenuhnya pada alam baik untuk keperluan sandang, papan maupun pangan menuju tahap manusia yang mengenali lmu pengetahuan dan teknologi sehingga memposisikan dirinya sebagai subjek yang bisa mengatur, menentukan serta menguasai pemanfaatan akan sumberdaya alam. Eksploitasi besar-besaran akan sumberdaya alam ini menandakan ciri-ciri berkembangnya sikap anthropocentris di era yang serba modern ini. Antroposentrisme sendiri tidak hanya diartikan sebagai simbol kerakusan manusia sistemik yang bersifat individual tetapi melekat juga pada teknologi, ilmu pengetahuan, sistem ekonomi, dan struktur kekuasaan para pemegang kekuasaan dan pemegang otoritas (susilo, 2009). Dalam hal ini Susilo secara gamblang menjelaskan mengapa pada akhirnya isu lingkungan sangat erat kaitannya dengan kebijakan, yaitu antroposentrismelah yang membuat banyak kebijakan dikeluarkan pemerintah dengan mengabaikan lingkungan.
Di dunia global ekokrasi terwujud dalam bentuk green constitution meskipun baru beberapa Negara yang dengan tegas memasukan bahasan lingkungan dalam bentuk konstitusi diantaranya  Portugal, prancis dan ekuador namun tentu saja banyak Negara lain yang telah melakukan upaya legislasi lingkungan hidup sebagaimana dituliskan oleh Prof. Dr. Jimly Assiddiqie bahwa upaya mewujudkan ekokrasi ini melalui dua tahap, yang pertama legislasi lingkungan hidup, kemudian konstitusionalisasi lingkungan hidup. Bagaimana dengan Indonesia? Sudahkah Indonesia memiliki konstitusi yang sifatnya pro lingkungan (green constitution)? Rupanya Indonesia termasuk salahsatu Negara yang saat ini tidak hanya telah melakukan legislasi lingkungan hidup melalui UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup serta peraturan pemerintah lain tentang lingkungan hidup, melainkan juga telah melakukan konstitusionalisasi lingkungan hidup yang tercantum dalam pasal 28H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4) UUD 1945.
Namun rupanya nuansa hijau dalam UUD 1945 ini tidak serta merta menjamin pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Masih terlalu banyak kegiatan ekonomi yang bersifat eksploitasi sumberdaya dan menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan. Hal ini bukan hanya Karena prinsip demokrasi yang bersifat antroposentris tapi juga adanya kebiasan para pembuat kebijakan dalam menafsirkan dan mengimplementasikan pasal bernuansa hijau dalam UUD 1945, tambahan pula tumpang tindihnya undang-undang antar sektor yang pada akhirnya selalu mendesak undang-undang lingkungan. Ketika UU lingkungan dihadapkan dengan UU pertambangan misalnya kita sudah menebak mana yang kemudian dikesampingkan. Akibatnya kebutuhan akan payung hukum yang lebih kuat berupa konstitusionalisasi lingkungan hidup dalam UUD 1945 tak bisa dihindarkan,  perlu ada penekanan terhadap semua kebijakan, perlu ada landasan kuat untuk mempertahankan lingkungan ketika diperhadapkan pada kegiatan ekonomi dan pembangunan. Bahwa ternyata nuansa hijau UUD 1945 masih perlu diperkuat tak dapat dipungkiri. Belum lagi perusahaan asing yang hilir mudik menggarap sumberdaya Indonesia dan dianggap sebagai sumber devisa Negara sehingga melumpuhkan penerapan hukum dan semakin membiaskan nuansa hijau UUD 1945 menjadi bukti bahwa sudah saatnya memberi ruang pada alam untuk menyuarakan kedaulatannya.
Beberapa permasalahan tentang kedaulatan lingkungan dalam konstitusi Negara kita, penerapan serta dampaknyalah yang akan kita perbincangkan seraya bertukar ide-ide kritis membenahi hal-hal yang terlihat tidak pada tempatnya melalui momentum Latihan Kepemimpinan (LK2) BEM Keluarga Mahasiswa Perikanan UNHAS yang bertema Deliberasi Ekokrasi sebagai Upaya Pencapaian Kedaulatan Lingkungan
Atas dasar pemikiran ini, maka kami dari Keluarga Mahasiswa Perikanan Universitas Hasanuddin sebagai bagian integral dari masyarakat Indonesia berkehendak untuk melaksanakan Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah  sebagai bagaian dari upaya peningkatan kapasitas untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi sosial kemasyarakatan secara konstruktif di era globalisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar